Halaman

Jumat, 09 Juli 2010

Profetik: Kepaduan Nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan

Sore tadi saya lewat ke seputaran toko gunung agung. Teringat dengan dunia
sastra, kucoba cari buku horizon yang selama ini kucari-cari. Alhamdulillaah,
masih ada beberapa ekslempar edisi Mei 2005 (Heran deh, udah tanggal 30 kok
masih ada yang mau beli kayak saya, hehe).

Yup, kubuka lembar demi lembar. Hampir seluruh halaman membahas sosok
Kuntowijoyo. Aku pun (dengan sedikit memaksakan diri) mencoba membaca dan
memahami dunia sastra kuntowijoyo ini.

Hal paling menarik dimata saya adalah tulisan sastra profetik. Konon ini adalah
perpaduan dari kemanusiaan dan ketuhanan. Sisi ketuhanan.yang banyak
diekspresikan beliau lewat puisi-puisi dalam buku Suluk awang Uwung, Isyarat,
Makrifat Daun daun makrifat. sisi kemanusiaan yang mengimbangi sisi ketuhanan
terlihat dalam cerpen-cerpen dan novel-novelnya.

Contoh sisi ketuhanan terlihat dalam sajak "isyarat" berikut:
----------

Angin gemuluh di hutan
Memukul ranting
Yang lama juga
Tak terhitung jumlahnya
Mobil di jalan
Dari ujung ke ujung
Aku ingin menekan tombol
Hingga lampu merah itu
Berhenti
Angin, mobil dan para pejalan
Pikirkanlah, ke mana engkau pergi
------

Dari puisi ini, terlihat Kuntowijoyo berusaha mengingatkan kita yang seringkali
terbelenggu oleh rutinitas duniawi, hingga lupa atau mungkin tak tahu lagi
kemana tujuan hidup sebenarnya.

Aku inign menekan tombol/ Hingga lampu merah itu/ berhenti

-> Seolah Kuntowijoyo ingin menghentikan rutinitas manusia dari kesibukannya
yang telah kehilangan makna hidup.

Angin, mobil dan para pejalan / Pikirkanlah ke mana engkau pergi.

-> Tentunya bukan arah kiri kanan atau lurus ke depan jalan, tapi hendak kemana
kita setelah datangnya kematian yang pasti akan datang.

Demikian pula dalam sajak dalam Suluk Awang Uwung
--------

Jantung berdetak
menggugurkan impian
dari balik sepi
merpati putih
hinggap di pucuk kabut
Ketahuilah:
Kau rindukan kekosongan
-------

Tampak Kuntowijoyo menggambarkan desakan hatinya atau qolbunya.

Jantung berdetak / menggugurkan impian

-> Detak jantung yang tak terhitung telah menggugurkan mimpi-mimpi kehidupan,
baik itu mimpi yang telah terwujud maupun yang masih harapan.

Dari balik sepi / merpati putih / hinggap di pucuk kabut
-> Ini agaknya sebuah metafor. Ketika sekian banyak mimpi hidup telah
terlewati, maka merpati putih (semacam jiwa yang ingin terbang mencari
kebebasan dari sangkar badannya) hinggap di pucuk kabut (mulai bertengger di
atas kabut, tak lagi tertutupi pandangannya, mulia bisa melihat keutuhan
dirinya, melihat jalan pencerahan di atas kabut kehidupannya).

Ketahuilah: / kau rindukan kekosongan
-> kekosongan yang dimaksud, bisa jadi hilangnya kabut dan pandangan2 yang
mengganggu yang menghalanginya menatap jalan pencerahan.

Keseimbangan nilai ketuhanan dan kemanusiaan beliau, nampak dalam salah satu
cerpennya dilarang mencintai bunga - bunga. Beberapa potongan dialognya:

"....Hidup harus penuh dengan bunga-bunga. Bunga tumbuh, tidak peduli hiruk
pikuk dunia. Ia mekar. Memberikan kesegaran, keremajaan, keindahan. Hidup
adalah bunga-bunga. Aku dan kau salah satu bunga. Kita adalah dua tangkai
anggrek...".

-> Sisi ketuhanan tampak menonjol disini, penggambaran kehidupan yang serba
indah penuh cinta, yang banyak dijumpai dalam puisi-puisi sufistik, bukan hanya
puisi melankolis cinta antara anak manusia.

"Menangis adalah cara yang sesat untuk meredakan kesengsaraan. Kenapa tidak
tersenyum, Cucu. Tersenyumlah. Bahkan sesaat sebelum orang membunuhmu.
Ketenangan jiwa dan keteguhan batin mengalahkan penderitaan, mengalahkan,
bahkan kematian".

-> Semangat dan ketegaran hidup nampak kental disini. Beliau juga mementingkan
bekerja, disamping berandai-andai dengan kenikmatan ruh kehidupan

"Engkau bukan iblis atau malaikat, Buyung. Ayo, timba air banyak-banyak. Cuci
tanganmu untuk kotor kembali oleh kerja. Tahu!".

-> Bekerja mengotori tangan, lalu membersihkannya, lalu mengotorinya dengan
kerja. Ya, seperti ajaran wudhu di setiap akan melakukan sholat. Setelah penat
bekerja, bersihkan jiwamu dengan sholat, lalu bekerjalah kembali. Dan
bertebaranlah di muka bumi, untuk mencari karunia Nya.

Ah, beliau memang mampu menyatukan nilai ketuhanan dengan kemanusiaan.

Sebagai penutup, ingin kupersembahkan sebuah sajak / puisi ini kembali.
:)

-----------
Sayap tak berkepak
Ucup al-Bandungi


pernahkah kau
terheran-heran
karena tiba-tiba sepasang sayap mengapit badanmu?

membawamu ke hembusan angin melambai
menikmati pemandangan di atas pegunungan
melambung hingga ke atas awan

hingga kadang ada yang sampai ke ujung langit
yang ternyata berisi kekosongan

kekosongan!
itulah yang ada di ujung kehampaan

seringkali kemudian -mereka- lupa
bahwa -mereka- pun punya kaki
selain sayap

kaki fungsinya untuk menjejak
seperti bumi tempat berpijak
maka manusia pun harusnya berjalan tegap
bukannya terbang dengan sayap

seperti kelahirannya dari saripati bumi
seperti kematiannya di liang bumi
manusia adalah makhluk bumi
karena ia memiliki jasad

maka keinginannya adalah bumi
kebutuhannya adalah bumi
ladangnya adalah bumi
kuburnya adalah bumi

sayap?
itu adalah pelipur lara
ketika bumi tak lagi mau berbagi

dan itulah yang harus dicari
carilah sendiri
(kecuali kau memiliki pengendali)





Sore tadi saya lewat ke seputaran toko gunung agung. Teringat dengan dunia
sastra, kucoba cari buku horizon yang selama ini kucari-cari. Alhamdulillaah,
masih ada beberapa ekslempar edisi Mei 2005 (Heran deh, udah tanggal 30 kok
masih ada yang mau beli kayak saya, hehe).

Yup, kubuka lembar demi lembar. Hampir seluruh halaman membahas sosok
Kuntowijoyo. Aku pun (dengan sedikit memaksakan diri) mencoba membaca dan
memahami dunia sastra kuntowijoyo ini.

Hal paling menarik dimata saya adalah tulisan sastra profetik. Konon ini adalah
perpaduan dari kemanusiaan dan ketuhanan. Sisi ketuhanan.yang banyak
diekspresikan beliau lewat puisi-puisi dalam buku Suluk awang Uwung, Isyarat,
Makrifat Daun daun makrifat. sisi kemanusiaan yang mengimbangi sisi ketuhanan
terlihat dalam cerpen-cerpen dan novel-novelnya.

Contoh sisi ketuhanan terlihat dalam sajak "isyarat" berikut:
----------

Angin gemuluh di hutan
Memukul ranting
Yang lama juga
Tak terhitung jumlahnya
Mobil di jalan
Dari ujung ke ujung
Aku ingin menekan tombol
Hingga lampu merah itu
Berhenti
Angin, mobil dan para pejalan
Pikirkanlah, ke mana engkau pergi
------

Dari puisi ini, terlihat Kuntowijoyo berusaha mengingatkan kita yang seringkali
terbelenggu oleh rutinitas duniawi, hingga lupa atau mungkin tak tahu lagi
kemana tujuan hidup sebenarnya.

Aku inign menekan tombol/ Hingga lampu merah itu/ berhenti

-> Seolah Kuntowijoyo ingin menghentikan rutinitas manusia dari kesibukannya
yang telah kehilangan makna hidup.

Angin, mobil dan para pejalan / Pikirkanlah ke mana engkau pergi.

-> Tentunya bukan arah kiri kanan atau lurus ke depan jalan, tapi hendak kemana
kita setelah datangnya kematian yang pasti akan datang.

Demikian pula dalam sajak dalam Suluk Awang Uwung
--------

Jantung berdetak
menggugurkan impian
dari balik sepi
merpati putih
hinggap di pucuk kabut
Ketahuilah:
Kau rindukan kekosongan
-------

Tampak Kuntowijoyo menggambarkan desakan hatinya atau qolbunya.

Jantung berdetak / menggugurkan impian

-> Detak jantung yang tak terhitung telah menggugurkan mimpi-mimpi kehidupan,
baik itu mimpi yang telah terwujud maupun yang masih harapan.

Dari balik sepi / merpati putih / hinggap di pucuk kabut
-> Ini agaknya sebuah metafor. Ketika sekian banyak mimpi hidup telah
terlewati, maka merpati putih (semacam jiwa yang ingin terbang mencari
kebebasan dari sangkar badannya) hinggap di pucuk kabut (mulai bertengger di
atas kabut, tak lagi tertutupi pandangannya, mulia bisa melihat keutuhan
dirinya, melihat jalan pencerahan di atas kabut kehidupannya).

Ketahuilah: / kau rindukan kekosongan
-> kekosongan yang dimaksud, bisa jadi hilangnya kabut dan pandangan2 yang
mengganggu yang menghalanginya menatap jalan pencerahan.

Keseimbangan nilai ketuhanan dan kemanusiaan beliau, nampak dalam salah satu
cerpennya dilarang mencintai bunga - bunga. Beberapa potongan dialognya:

"....Hidup harus penuh dengan bunga-bunga. Bunga tumbuh, tidak peduli hiruk
pikuk dunia. Ia mekar. Memberikan kesegaran, keremajaan, keindahan. Hidup
adalah bunga-bunga. Aku dan kau salah satu bunga. Kita adalah dua tangkai
anggrek...".

-> Sisi ketuhanan tampak menonjol disini, penggambaran kehidupan yang serba
indah penuh cinta, yang banyak dijumpai dalam puisi-puisi sufistik, bukan hanya
puisi melankolis cinta antara anak manusia.

"Menangis adalah cara yang sesat untuk meredakan kesengsaraan. Kenapa tidak
tersenyum, Cucu. Tersenyumlah. Bahkan sesaat sebelum orang membunuhmu.
Ketenangan jiwa dan keteguhan batin mengalahkan penderitaan, mengalahkan,
bahkan kematian".

-> Semangat dan ketegaran hidup nampak kental disini. Beliau juga mementingkan
bekerja, disamping berandai-andai dengan kenikmatan ruh kehidupan

"Engkau bukan iblis atau malaikat, Buyung. Ayo, timba air banyak-banyak. Cuci
tanganmu untuk kotor kembali oleh kerja. Tahu!".

-> Bekerja mengotori tangan, lalu membersihkannya, lalu mengotorinya dengan
kerja. Ya, seperti ajaran wudhu di setiap akan melakukan sholat. Setelah penat
bekerja, bersihkan jiwamu dengan sholat, lalu bekerjalah kembali. Dan
bertebaranlah di muka bumi, untuk mencari karunia Nya.

Ah, beliau memang mampu menyatukan nilai ketuhanan dengan kemanusiaan.

Sebagai penutup, ingin kupersembahkan sebuah sajak / puisi ini kembali.
:)

-----------
Sayap tak berkepak
Ucup al-Bandungi


pernahkah kau
terheran-heran
karena tiba-tiba sepasang sayap mengapit badanmu?

membawamu ke hembusan angin melambai
menikmati pemandangan di atas pegunungan
melambung hingga ke atas awan

hingga kadang ada yang sampai ke ujung langit
yang ternyata berisi kekosongan

kekosongan!
itulah yang ada di ujung kehampaan

seringkali kemudian -mereka- lupa
bahwa -mereka- pun punya kaki
selain sayap

kaki fungsinya untuk menjejak
seperti bumi tempat berpijak
maka manusia pun harusnya berjalan tegap
bukannya terbang dengan sayap

seperti kelahirannya dari saripati bumi
seperti kematiannya di liang bumi
manusia adalah makhluk bumi
karena ia memiliki jasad

maka keinginannya adalah bumi
kebutuhannya adalah bumi
ladangnya adalah bumi
kuburnya adalah bumi

sayap?
itu adalah pelipur lara
ketika bumi tak lagi mau berbagi

dan itulah yang harus dicari
carilah sendiri
(kecuali kau memiliki pengendali)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar